Senin, 25 Agustus 2014

One Spring Day in Winter Breez


“Ish, dingin sekali. Kapan musim dingin ini berakhir? Kurasa tak salah jika aku sangat membenci musim ini” Citra terus bermonolog meluapkan segala uneg-uneg-nya tentang ketidak sukaanya terhadap musim dingin, dimana semua jalanan tertutup benda putih bersuhu sangat dingin ; salju. Semua tempat di kota tampak seperti Santa’s Village dalam sebuahSnowBall sekarang, Citra semakin merapatkan mantel cokelatnya manakala salju mulai turun dengan intensitas ringan, namun yang membuatnya merutuk berkali-kali adalah udara dingin yang seolah sedang mengerjainya yang kini semakin bergelanyut memeluk tubuhnya, menyebalkan!
Inilah derita seorang pendatang dinegara asing, Citra tercatat sebagai salah satu mahasiswi Fakultas Psikologi di salah satu universitas bergengsi di Singapura, EASB (East Asia Institute of Management Singapore). Dua tahun lalu setelah lulus pendidikan menengah atas di Bandung ia langsung mendapat tawaran beasiswa dan terbang kesingapura, selama hampir tiga bulan ia ditraining disebuah lemabaga dikota Singapura, ia dibekali pendidikan mengenai kultur dinegeri berlambang singa ini, mulai dari bahasa ; yang untungnya hampir semua masyarakat disini menggunakan bahasa inggris, bahkan ada beberapa yang mengerti bahasa indonesia, tata krama, adat kebiasaan bahkan makanan khas dinegara ini-pun tak luput dari perhatian. Ia senang berada disini, orang-orang dinegeri ini tak jauh beda dengan orang-orang di Indonesia, semuanya ramah meskipun ada beberapa yang arogan, ia juga mulai terbiasa dengan makanan-makanan disini meski kadang ia juga sering menyempatkan diri mencari restoran khusus menu Indonesia yang berada tepat disamping gedung KBRI jika sedang ada waktu senggang, namun yang menjadi kendala utama ialah, Citra sangat susah beradaptasi dengan musim dinegeri ini. Berbeda jauh dengan Indonesia yang hanya memiliki dua musim dan beriklim tropis, Singapura layaknya negara-negara beriklim kutub yang memiliki empat pergantian musim, dan musim yang paling ia benci adalah musim yang sekarang tengah berlangsung, musim dingin.
                Meskipun sudah dua tahun dan itu artinya ia sudah dua kali menjalani musim ini, tapi tetap saja ia tidak terbiasa, apa lagi saat-saat mendekati ujian seperti ini dimana ia diharuskan selalu pulang malam demi mempersiapkan ujian yang tinggal didepan mata, sebagai mahasiswi yang mengandalkan beasiswa ia tentu harus belajar ekstra, selain dikelas iapun harus kembali berkutat dengan tumpukan buku-buku tebal diperpustakaan besar disana, melelahkan. Kakinya terus mengayun mengiringi langkahnya yang kian ia percepat, ia benar-benar ingin segera sampai dan mengistirahatkan dirinya diapartemen kecilnya dikawasan Novena, tidak perlu memikirkan biaya sewa, toh apartemen itu dikhususkan pemerintah Indonesia bagi siswa berprestasi seperti dirinya.
Cklek
Pintu apartemen terbuka, hal yang pertama ia lihat adalah suasana gelap. Buru-buru ia meraih saklar dan menyalakan lampunya, kemudian menggantungkan mantelnya disamping pintu utama dan berjalan menuju kamar mandi untuk mecuci muka sekaligus mengambil wudhu, jam sudah menunjukan pukul 21.15 WSR (Waktu Singapura) dan ia belum sempat shalat isya dikarenakan harus menghadapi tugas yang menumpuk. Setelah selesai, ia merebahkan tubuhnya diatas singlebad tipis namun terasa sangat nyaman “ah! Hari yang melelahkan. Aku bersumpah akan mengambil liburan setelah semua ujian mengerikan itu berakhir, yosh!!” Citra sedikit melakukan stertching sebelum akhirnya jatuh terlelap kedunia tanpa mimpi saking lelahnya.
Krriiiinngg krriiiingg
Jam weker diatas meja nakas itu berteriak nyaring, membangunkan tuanya yang sedang tertidur, jika keadaanya memang begitu. Sayangnya, sang tuan bangun lebih cepat tanpa bantuanya dan sekarang tengah mengeluarkan suara-suara panik dengan kaki yang tak henti berjalan kesana kemari, mari kita lihat apa yang terjadi.
“ya tuhan!, kenapa harus mendadak seperti ini! Aish, dimana buku text-ku?” tanganya menyingkap selimut yang tercecer dilantai, mencari buku text mengenai teori Jung mengenai pembagian psikis manusia yang akan menjadi bahan ujianya lusa, seharusnya begitu, sebelum tiga puluh menit yang lalu prof. Walt menelepon dan memberitahu bahwa ujian dipercepat menjadi hari ini, dan jadilah ia ‘berperang’ dengan seluruh perabotan di apartemen, jika masih bisa disebut apartemen-_-a.
“hallo, nick. You can go first and tell professor Walt I’ll be late for the exam, I got some trouble but everything okay now” Citra segera menutup ponselnya tanpa mendengarkan penjelasan temanya yang bernama Nicky Slore terlebih dahulu, ia terlalu panik saat ini, jam sudah menunjukan pukul 08.45 dan ujian akan belangsung  15 menit lagi, belum perjalanan menggunakan kereta KRT Novena yang membutuhkan waktu 7 menit, okay itu tak masalah, yang jadi masalah ialah buku,apartemen, dan sarapan, sampai kapan ia akan berkutat dengan hal-hal itu?. Tangan kirinya memegang cup mie yang baru selesai deseduhnya dan tangan kananya memasukan buku-buku kedalam tas, kakinya bergerak-gerak kecil menyingkirkan pakaian kotor kepinggir-pinggir agar tidak menghalangi jalan. “seharusnya ia memberi tahu kemarin jika ujian akan dipercepat, dasar professor tak berperasa-AAHHH panas! Panas!” tanganya melakukan gerakan mengipas disekitar mulutnya saat helaian mie yang masih meengepul sukses membakar lidahnya “aahhhh mamaaaa tolonglah anakmu ini!!!” dan teriakan itu menjadi pertanda bahwa ia sudah terlalu frustasi sekarang.
                “ah, sorry uncle I dont mean, I’m in husty now and-YA TUHAN ASTAGFIRULLAH!!!" Citra memukul keningnya frustasi saat waktu semakin berjalan memberikan kesempatan semakin banyak untuk terlambat, poor Citra. Kembali ia berlari setelah sebelumnya membungkuk meminta maaf pada sang paman saat ia tak sengaja menabrak dan membuat bukunya terjatuh, ia berlari sambil sesekali memperhatikan arloji hijau dipergelangan tanganya yang menunjukan pukul 09.20, itu artinya ia sudah terlambat dua puluh menit. Ia tak bisa membayangkan detensi seperti apa yang akan ia dapat dari sang professor killer itu, ia tak mau mengulangi detensi yang sama seperti beberapa bulan yang lalu hanya karena ia salah membawa diklat observasinya dengan menyalin sebuah ensiklopedi setebal 500 halaman yang membuatnya harus merendam jari-jarinya seharian didalam air hangat, mengerikan, ia tak mau melakukanya lagi!
Suara ketukan sepatu menggema diseluruh koridor, Citra sama sekali tak memperdulikan tatapan aneh orang-orang yang ditujukan kepadanya. Hey, ayolah! Siapa yang tak akan memandang aneh pada seseorang yang berlari seperti dikejar anjing killer seperti Citra, bahkan pakaianya seperti habis diguyur hujan, berlebihan memang, tapi percayalah, blouse putih berlapis mantelnya kini tampak basah oleh keringat.
Brakk
                Pintu kelas terbuka kasar, membuat semua orang menoleh keasal suara dan hening. “apologize me, sir, I dont mean to get a late in your exam, I wont get trouble with you today but something bad happened me and then- then....“ seketika setelah ia bisa menetralkan napasnya, Citra menghentikan ucapan tanpa jedanya, ia baru menyadari situasinya saat ini, dimana semua orang memandang aneh padanya tanpa berkedip, bahkan bola basket yang masih tepantulpun diabaikan pemiliknya. “h-hey, Citra! What’s goin’ on?” Nicky, satu-satunya orang yang tersadar dan menyapanya, gadis berambut pirang itu tersenyum canggung pada Citra yang masih mematung ditempatnya, “what the hell?” dengan langkah pelan Citra memasuki ruang kelasnya, orb-kelamnya menyisir seluruh sudut kelas dan mendapati wajah-wajah bingung menatapnya, ia juga baru menyadari bahwa classmates-nya tak ada satupun yang menggenggam kertas ujian, ia lalu beralih ke podium, tempat biasa professor mengajar, kosong.
“ppfffttt- hahahaha why so seriouse girl? Look at your face, it look like so funny!” Briant, salah satu classmate-nya tertawa keras, memecahkan suasana hening yang beberapa saat menyelubungi, diikuti tawa mahasiswa lainya. “guys! Can you explain me about something? Where’s Prof. Walt?” kerutan masih menghiasi gadis berhijab itu, ia memandang seluruh teman-temanya yang semakin terpingkal setelah ia mengucapkan kalimat terakhirnya, “what is funny?” Citra semakin jengkel melihat teman-temanya yang tak satupun menjawab kebingunganya, “oh honey, did you not accept the notice? Tadi pagi Proff. Walt menghubungiku dan mengabarkan bahwa ujian akan di undur sampai lima bulan kedepan, and you know? We have a free time for a month” Samantha merangkul bahu Citra dan menjelaskan apa yang terjadi, sesekali kekehan menghampiri bibinya. “WHAT?”  seketika itu juga raut shock menghampiri wajah chubby-nya, “last morning I try to tell you, but you didn’t give me a chance to explain it” suara ocehan Nicky terdengar samar ditelinganya yang mulai berdengung, katakan ini adalah hari april mop maka ia akan tertawa sepuasnya, menertawakan kebodohanya sendiri lebih tepatnya. Ia sangat menyesal karena tidak sempat mendengarkan dengan jelas apa yang Prof. Walt katakan, ia terlalu panik saat mendengar kata ‘ujian’ dan ‘hari ini’, tanpa mendengar apa yang merangkai tiga kata tersebut.
“hey, Citra, are you okay?” Nicky terlihat khawatir dengan keadaan Citra, tatapan mata kosong dan wajahnya telihat mengkaku, Citra menolehkan kepalanya pelan menatap Sam,Nicky juga Briant yang berdiri disekitarnya, sedetik kemudian- “ahahahaha it so stupidity, hahaha yeah I’m okay, very okay, oh mama, I think I want to die today, aha ha ha” seluruh mata menatap ngeri pada Citra yang saat ini tertawa keras, seperti tawa yang dipaksakan, dan diakhiri dengan tawa canggung yang membuat Briant dan Sam nyengir melihat tingkah ajaib temanya yang satu ini, “I think you need to go to the haelthy room, hehe” Alena, gadis berambut hitam panjang keturunan thailand-jerman itu angkat bicara setelah sebelumnya ikut nyengir bersama teman-temanya yang lain, membuat suasana hening kembali menyelubungi sebelum ledakan tawa yang lebih keras kian menggema.
ya ya tertawalah sepuas yang kalian inginkan, think that I’m a fool and you can laugh me till you all meet the death angel” Citra berbicara sarkastik kemudian membanting tubuhnya kekursi, merutuki betapa menyebalkanya hari ini, jadi untuk apa kekacauan yang terjadi tadi pagi sampai lidahnya terbakar jika akhirnya ia menjadi seperti orang bodoh, tidak, mungkin ia memang bodoh. haha, Citra aku tidak bermaksud mentertawakanmu, but, but haha but, you look so funny” pria berwajah oriental bernama Huang Sthephant menghampirinya dan kembali tertawa terpingkal, “yeah, whateva Chinese man” Citra masih berujar sarkastik, benar-benar merasa bodoh. “hey, this is for ten time, I’m not Chinese man, I’m from hongkong” Stheph protes dan seketika menghentikan tawanya, “I-dont-care!” Citra menekan semua kata-kata sembari tersenyum manis namun sedetik kemudian ia merubah ekspresinya kembali menjadi jengkel, “Citra, apologize us, we just getting a joke, okay?” Nicky dan Alena menghampiri Citra dan membujuknya agar tidak marah, Citra menghela napas kemudian menatap seluruh teman-temanya yang kini benar-benar berhenti tertawa dan menatapnya dengan pandangan maaf, “so, what should I do?” sebelah alisnya terangkat dan senyum tipis mengembang diwajahnya, membuat semua temanya kembali bersorak.
Citra Septinurhanah, seorang mahasiswi satu-satunya dari Indonesia yang berada difakultas Psikologi di EASB yang dikelilingi orang-orang asing, namun mereka sangat menyenagkan dan merupakan teman yang baik, ia selalu tak pernah bisa marah pada mereka.
                Cahaya matahari mengintip melalui kanopi-kanopi bangunan khas yang berjejer rapi di sepanjang salah satu jalan bersejarah di Singapura, tepatnya dikota Novena, Belastier Road. Sesekali Citra bersenandung kecil mengikuti alunan lagu yang dinyanyikan salah satu boyband yang sedang booming diseluruh dunia, Super Junior, melalui headset-nya, ia menyukai beberapa lagu-lagunya, salah satunya yang berjudul Only You, lagu yang bernada soft dan terkesan romantis.
Ia menghentikan langkahnya di halte bus Novena, berniat menghabiskan liburanya dengan mengelilingi kota Singapura, jujur saja, meskipun sudah hampir dua tahun ia tinggal disini, namun baru kali ini ia mendapat kesempatan langka dimana ia mendapat jatah libur panjang, satu bulan, how great thing ever!  Citra mengeratkan mantel cremnya, matahari memang bersinar sangat terang, tapi tetap saja musim dingin masih mampu mengalahkan kehangatan itu, hari ini ia berniat berkunjung ke ‘Indonesia Rasa’, sebuah restoran dengan menu-menu Indonesia yang berada disamping gedung KBRI, betapa rindunya ia dengan masakan kaya rempah khas Indonesia itu, senyumnya mengembang kala bus yang ia tunggu telah tiba, dengan semangat ia melangkahkan kaki berbalut jeans biru yang dipadu dengan boots rendah berwarna crem itu memasuki bus, ia mengambil tempat disudut kanan dekat jendela, senang sekali bisa melihat pemandangan yang tak pernah bisa ia lihat di Indonesia. Citra membenarkan letak kedua headsetnya, lalu mengambil kamera yang berada didalam tas kecil dan diarahkan kebeberapa objek yang menjadi perhatianya.
Jepret
Sebuah gambar terambil, menampakan seorang anak laki-laki berwajah oriental yang sedang memegangi topeng barongsai dibawah pohon sakura, terlihat sangat manis, Citra tersenyum, ia jadi merindukan kedua adik laki-lakinya, mereka tak kalah manis dengan anak yang barusan ia potret, Citra terkekeh ringan dan kembali mencari objek-objek menarik lainya.
Kriinng
                Deringan lonceng yang terpasang apik diatas pintu restoran menandakan bahwa seorang pengunjung telah masuk, beberapa pelayan menyambut ramah kedatangan Citra. “selamat pagi, senang bisa melihatmu disini” seorang pelayan berbalut kemeja putih polos pendek dengan kain hitam selutut yang menutupi bagaian depan penampilanya menghampiri Citra yang telah duduk dikursi dekat jendela, “selamat pagi, senang bisa melihatmu juga, Tya” keduanya terkekeh, pelayan bernama lengkap Destya Maharani itu juga merupakan salah satu mahasiswa di Singapura, tepatnya di Singapore Insitute Academy, ia bekerja part time disini dan sudah sekitar delapan bulan ia mengenal Citra dan menjadi salah satu teman dekatnya di negeri ini, yeah, mungkin persamaan nasib, mereka sama-sama orang Indonesia yang merantau di negeri berlambang singa ini, remember?
“sudah lama sekali kamu tidak berkunjung, jadi tidak ada yang memuji resep baruku” canda Tya yang dihadiahi kekehan dari Citra, “semua tugas dan ujian itu menahanku, kamu tahu? aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku tidur haha” tawa kembali menghampiri keduanya, sudah lama sekali tidak berguyon dengan orang pribumi seperti ini, “o iya, pesan apa?” kekehan ringan masih bertengger dibibir keduanya, Citra tampak berpikir “aku rindu bagaimana rasanya nasi goreng, mungkin itu saja, dengan secangkir capuccino granul, tentu saja” Tya mencatat khidmat pesanan Citra, “wait for a moment”, Tya tersenyum dan berlalu pegi. Citra menghembuskan napasnya , kemudian menggosok kedua tanganya, lumayan, menghangatkan badan yang terasa membeku diudara pagi yang demi tuhan sangat dingin. Ia meraih tab dalam tasnya, mencoba mengecek list perjalanan yang ia beri judul ‘Round Singapore’ yang semalam ia buat, rencananya setelah ini ia akan pergi ke Singapore Botanical Garden, tempat yang akan merileksasi pikiranya dari kepenatan dengan memanjakan matanya memandang pahatan alam yang telah tuhan ciptakan, pilihan tepat. Citra mengulum senyum, tak salah ia meminta rekomendasi wisata pada Nicky, gadis blonde itu memang seorang traveler ulung. “seems like someone get a jackpot here”  Citra mengalihkan pandanganya dan mendapati Tya telah siap dengan pesananya, ia tersenyum “nope” balasnya singkat, Tya menganggukan kepalanya lalu menatap Citra jenaka, “super junior sedang berada di Singapura, lho” ujarnya dengan nampan yang kini ia peluk didadanya, Citra mendengus, “percuma saja, satu daratanpun aku tetap tidak akan bertemu dengan mereka” Citra berujar acuh dan mulai memakan makananya, Tya berdecak kecil “tidak akan ada yang tau apa yang akan terjadi satu detik kedepan, bagaimana jika tiba-tiba saja kau bertemu dengan mereka, dengan Kyuhyun mungkin?” Citra tersenyum geli lalu melirik kebelakang tubuh Tya, “sepertinya kau harus berhenti mengkhayal, coba tebak, siapa yang datang?” dan beberapa detik setelah mengatakan itu sebuah suara dingin menyapa telinga keduanya “Destya, kembali ketempatmu!” dan seketika itu pula gadis berambut hitam itu memucat “i-iya, pak”, Citra berusaha menahan tawanya melihat kepanikan Destya, “dasar ceroboh”
                Setelah lima belas menit perjalanan, Citra sampai ditujuan wisata pertama, Singapore Botanical Garden. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya, “ah, segar sekali” dan iapun segera melangkahkan kakinya menuju pintu masuk. Matanya memandang takjub taman seluah 52 hektar ini, hamparan hijau yang terpampang membuat rasa nyaman perlahan hadir, dengan semangat ia semakin menyusuri tempat ini, mulai dari Singapore National Orchid, dimana taman ini memiliki 60.000 jenis anggrek dan salah satunya yang terbesar didunia. Tak melewatkan kesempatan ia segera mengeluarkan kamera digitalnya dan menjepret berbagai jenis anggrek yang memukau disana, tentu saja dengan dirinya berada diantara potretanya. Setelah puas melihat anggrek-anggrek itu, Citra segera menggerakan kakinya menyusuri bagian taman lain dari tempat ini, Swan Lake, sebuah danau yang luar biasa indah dengan berbagai jenis angsa berbulu cantik menghuni tempat itu. Sayangnya dia datang bukan diwaktu yang tepat, ini musim dingin, otomatis air danau juga membeku, sedikit mendesah kecewa, namun ia tetap menikmatinya, setidaknya angsa-angsa itu masih sangat indah untuk dijadikan objek pandanganya. Tempat yang dibangun sekitar tahun 1860-an ini memiliki banyak bagian, selain dua tempat yang telah ia kunjungi, masih banyak bagian-bagian lain yang harus ia kunjungi dan kagumi.
Jam dipergelangan tanganya menunjukan pukul 09.45 am, hampir dua jam ia berkeliling di SBG namun tak merasa lelah sedikitpun, malah ia kembali melanjutkan perjalanan menuju Kampong Glam, matanya nyalang menjelejah setiap sudut kota yang ia lewati, sekarang Citra tengah menumpang sebuah bus dua tingkat, ciri khas negara industri ini, dan ia berada di tigkat kedua, tak menghiraukan udara pagi yang menapar tubuhnya, tanganya tak henti menjepretkan blitz kameranya keberbagai arah.
                Dan disinilah ia berada, Kampong Glam, sebuah tempat tradisional dimana mayorita muslim dan masyarakat melayu tinggal. Banyak orang-orang Arab yang juga tinggal disini, meramaikan jalanan kota yang sangat terawat ini dengan berbagai pernak-pernik khas mayarakat timur tengah. Rencanaya ia akan berada dikawasan ini sampai Dzuhur, tentu saja tak ingin melewatkan kesempatan untuk shalat di salah satu mesjid bersejarah di Singapura, Sultan Mosque, mesjid tertua di Singapura dan merupakan bangunan yang di bangun oleh masyarakat Jawa pada abad 18, sampai saat ini mesjid itu masih berdiri kokoh dan terlihat sangat indah juga terawat, dan merupakan ikon utama Kampong Glam. Namun sebelum itu, ia ingin mengunjungi terlebih dahulu ikon belanja kota ini, Bussorah street, sebuah kawasan yang menjadi surga berbelanja bagi para wisatawan, Citra memasuki sebuah toko buku dan mulai menjelajahi tempat tersebut, ia benar-benar takjub dengan koleksi buku disini, sangat lengkap dan pastinya bernuansa islami, ia sangat suka buku seperti itu.
Matanya fokus menatap buku-buku disana, sebelah tanganya menggenggam buku berjudul ‘Takazaki Ahmad, the Warior Moeslim of Japan’ dan tangan lainya menyusuri buku-buku yang berjejer rapi dirak.
Krriinng
Brukk
Suara lonceng di atas pintu berbunyi, disusul sebuah debuman cukup keras terdengar. Citra meringis saat tubuhnya tiba-tiba limbung saat seseorang menabrak tubuhnya cukup keras. “ah, maaf aku tidak sengaja, maafkan aku. Are you okay?” sebuah suara pria menyapa indra pendengaranya, Citra mencoba melihat wajah seseorang yang menabraknya namun dahinya mengernyit, orang itu mengenakan setelan serba hitam dan wajahnya ditutupi masker hitam, jangan lupakan topi yang bertengger apik diatas kepalanya. “hey, are you okay?” kembali Citra tersentak dan menatap wajah orang itu, apa jangan-jangan ia teroris? Batinya ngeri. “ye-yeah I’m okay” balasnya setelah menghilangkan pikiran bodohnya, lalu terdengar keributan dari beberapa orang gadis yang berteriak diluar sana “oh, shit! Hey, apa kau bisa menolongku?” tanya orang misterius itu tiba-tiba, Citra menatapnya tak mengerti, “sorry?” ulangnya tak yakin, pria itu berdecak kemudian menarik tangan Citra menjauh dari dekat pintu menuju ketempat yang lumayan jauh dari sana “wa-wait, sir, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!” Citra memekik panik, takut jika orang ini benar-benar teroris dan akan menjadikanya tawanan, hell no, ia tidak mau.
“jangan berteriak, aku tidak akan melakukan sesuatu yang buruk terhadapmu” ucap orang itu setelah berhenti, Citra masih memandangnya tak mengerti, pria itu menadahkan tanganya “boleh kupinjam syal mu?” tanyanya, lagi-lagi otak encernya tak bisa bekerja dengan baik, orang itu berdecak “boleh tidak?” dengan ragu Citra melepas syalnya dan memberikanya pada pria dihadapanya yang langsung ia pakaikan menutupi bagian kepala “bediri didekatku dan bersikap normal, baca apapun yang ada ditanganmu itu” perintah orang itu tegas, meskipun tak mengerti untuk apa namun Citra hanya menganggukan kepalanya dan menuruti apa yang orang itu katakan. Sebenarnya siapa pria aneh ini? Sepertinya ia pernah melihat orang ini, tapi kapan? Beberapa menit kemudian suara langkah kaki disusul dengan gumaman beberapa gadis muncul dibelakangnya, “kemana perginya? Cepat sekali dia menghilang” gerutu gadis-gadis itu kemudian berlalu pergi. Terdengar helaan napas dari pria disampingnya, “akhirnya” desahnya lega, Citra masih mematung didepanya, kemudian pelan-pelan ia mencoba menatap pria itu, sedikit meringis saat akan bertanya padanya. “kau kenapa?” tanya pria itu, Citra menggeleng pelan, “sorry, can I take it back?” tanyanya pelan menunjuk syal yang digenggam pria itu, “oh, yeah. Maaf” pria itu menyerahkan syalnya, “kalau begitu, aku pegi duluan” pamit Citra hendak meninggalkan tempat itu, “wait, boleh aku ...ikut denganmu?” pria itu bertanya ragu, Citra menaikan sebelah alisnya, “sorry?”, pria itu berdehem, “well, aku pendatang disini, aku tak tau banyak mengenai tempat-tempat disini, jadi, maukah kau memanduku?” jelas pria itu, Citra sedikit ragu namun entah apa yang membuatnya setuju dengan pria itu, “sure”
                Hampir satu jam Citra ditemani pria asing itu, sampai saat ini, tak ada yang mencurigakan darinya, ia tampak seperti orang baik, namun memang penampilanya saja yang bisa membuat orang salah paham, Citra tahu ini musim dingin, namun apa harus berpenampilan serba hitam seperti pria disampingnya? “you are muslim?” pria itu memecah keheningan diantara mereka, saat ini mereka sedang menyusuri kawasan Bussorah Street. Citra tersenyum kecil, namun matanya tak henti menatap hasil jepretanya, “you can see my hijab” tandasnya, pria itu mengangguk paham, “terkadang aku sangat kagum dengan peradaban muslim, mereka sangat hebat” komentar pria itu, Citra kembali menyunggingkan senyumnya, kali ini menatap pria disampingnya “thak you, nice to hear that” dan merekapun kembali berjalan menyusuri stan-stan yang menjajakan benda-benda khas disana.
“setelah ini, kita akan pergi kemana?” pria itu menatap Citra yang tengah mengambil beberapa gambar dari bangunan megah dihadapanya, senyum sumringah tak pernah lepas saat ia menginjakan kakinya dibangunan suci umat muslim ini “kau sangat mengaguminya, ya?” cibir pria asing itu saat merasa dirinya diabaikan, “tentu saja, kau tau? Mesjid ini dibangun oleh orang-orang bangsaku, masyarakat Jawa yang dahulu tinggal dikawasan ini” jelas Citra antusias. Pria itu menggaruk alisnya yang tak gatal, “baiklah, sekarang kita akan kemana?” pria itu mengulagi pertanyaanya, ia baru saja menemani Citra shalat dzuhur di Sultan Mosque, tentu dia tidak, pria ini seorang khatolik. “aku pikir aku lapar, bagaimana kalau kita ke Bhugis street? Aku dengar makanan disana sangat enak juga merupakan tempat belanja termurah disingapura”, Citra tersenyum riang kearah pria itu dan dibalas anggukan.
“bagamana rasanya?” tanya Citra antusias saat mereka tengah mencicipi makanan khas masyarakat arab yang berada di Bhugis Street, kebab. Pria itu tampak mengunyah makananya dengan hati-hati, kemudian menganggukan kepalanya pelan, “enak, agak sedikit beda dengan kebab yang berasal dari negaraku” komentarnya, Citra nyengir “tapi kurasa ini lebih enak” candanya kemudian tertawa. “ayo, kita coba makanan khas disini” Citra beranjak menuju kedai makanan lainya, diikuti pria dibelakangnya, “wah, penuh sekali” desah kecewa keluar dari bibir pria itu, “tak akan lama” ujar Citra menenangkan, tanganya mengambil ponsel dari saku mantelnya dan memainkanya, mengirim pesan pada Nicky untuk memberi rekomendasi makanan apa yang pas untuk udara dingin seperti ini. “kau menyukai super junior?” tanya pria dibelakangnya tiba-tiba, ia baru menyadari jika pria itu sedang mengintip ponselnya dengan wallpaper Kyuhyun, sejenak ia berpikir lalu mengangguk , “ya, aku menyukai mereka, lagu-lagunya enak didengar, dan mereka juga memiliki anggota yang menarik hehe” sedikit malu ia mengutarakan alasan terakhirnya, pria itu terkekeh ringan, “siapa anggota yang kau sukai?” tanya pria itu penasaran, “Kyuhyun, aku menyukainya” ujarnya tampak ragu, lagi-lagi pria itu hanya menganggukan kepalanya, “kenapa kau menyukainya?”  Kembali ia bertanya, namun kali ini Citra memutar bola matanya, “kenapa kau tertarik dengan hal itu? Apa kau juga menyukai mereka?” tanya gadis itu sedikit jengah, pria itu kembali berdecak, “ya, aku juga menyukai mereka, terutama Kyuhyun, dia pria menarik, selain tampan dan memiliki suara sangat indah, dia juga merupakan member terpintar disuper junior” jelas pria itu panjang lebar, tak menyadari ekspresi yang mulai nampak diwajah Citra, ia sedikit menggeser posisinya menjauhi pria itu, jangan-jangan ia termasuk sosok yang selalu dipuja salah satu temanya di Indonesia yang sekarang mengambil pendidikan di Istanbul yang menamakan dirinya fujoshi yang merupakan penggemar yaoi?. “kenapa?” tanya pria itu menyadari jaraknya semakin jauh, “kau, apa kau seorang yaoi?” ia bertanya menirukan istilah yang sering Yayang, temanya itu ungkapkan. Pria itu mengernyit, “apa? Tentu saja bukan!” kilahnya cepat, tak terima dituduh seperti itu, Citra kembali menormalkan ekspresinya, “bagaimana kau bisa berpikir begitu?” tanya pria itu dengan nada protes, “ck, mana ada seorang pria yang memuji pria lainya layaknya seorang  fangirl seperti itu selain ia adalah abnormal” Citra berujar seolah tanpa beban, tak menyadari kedua mata pria itu membulat “bakka!”, cemooh pria itu, “apa kau bilang?”, “tidak ada, ayo, sepertinya kita tak akan mendapat tempat disini” pria itu berlalu dari hadapan Citra membuatnya berdecih kecil, “aneh” gerutunya.
Akhirnya karena tak mendapat apa yang mereka cari, merekapun melanjutkan perjalanan menuju Chinatown, sebuah kawasan diselatan Singapura yang merupakan kawasan pecinaan dinegri ini. Untuk mencapai tempat itu mereka bisa menggunakan dua alternatif, mengendarai Bus atau menggunakan jasa MRT, namun karena hari mulai merangkak sore maka mereka memutuskan menaiki MRT saja agar lebih cepat, lagi pula jarak dari tempat mereka berjalan menuju stasiun North-East Line (SN4) tidak terlalu jauh, cukup ditempuh sepuluh menit berjalan kaki.
Dan disinilah mereka sekarang, berada ditengah-tengah lautan manusia yang didominasi wajah-wajah oriental. Layaknya berada di China, rumah-rumah tradisional khas China berjejer rapi disepanjang jalan yang hanya selebar kurang lebih 2,5 m ini, jangan lupakan aksen utama etnik Chinese, lampion yang sangat indah menghiasi setiap sudut kota kecil ini. “welcome to Chinese paradise” Citra mengepalkan tanganya didepan dada, tampak sangat antusias berada dikawasan ini, “ck, sama saja seperti Cina, tidak ada yang istimewa” cibir pria itu, Citra mendengus “aku tidak bicara denganmu tuan sok tahu segalanya” ejek Citra, matanya kembali menjelajah tempat ini, lalu iapun berlari kecil menuju sebuah stan yang menjajakan permen kapas, ah betapa rindunya dia dengan makanan manis ini “baba, I want the pinkish one” ujarnya menunjuk sebungkus permen kapas berwarna merah muda, pria paru baya dengan kaus oblong dan bermata sipit itu tersenyum dan menyerahkan pesanan Citra, “yeah, how money, baba?” tanyanya sambil mengambil dompet dalam tasnya, “just $1, she luo (nona), xie xie”, Citra menyerahkan uangnya “xie xie ni ma(terima kasih kembali)”, sedikit ia mencicipi rasanya, “woah, manis sekali” komentarnya saat merasakan partikel-partikel gula itu meleleh dilidahnya, “you look like a child”, Citra menolehkan kepalanya kebelakang dan mendapati pria asing yang sejak beberapa jam lalu selalu mengekor berada dibelakangnya, “you wanna try this one?” pria itu menggeleng, “no, aku tidak terlalu suka makanan manis” Citra mengendikan bahunya, “ya sudah”
Permen kapas sudah habis, sedari tadi mereka berkeliling melihat-lihat pernak pernik unik khas Cina mulai dari kaus, sampai kipas tradisional dengan ukiran indah. “aku lapar” keluh pria itu, Citra melihat arlojinya, “benar, ini sudah pukul 8, tapi sebelum itu, aku ingin sholat isya terlebih dahulu, ku dengar di kawasan ini ada sebuah mesjid Cina, Jamie Mosque, ayo kesana” dan tanpa pembicaraan lebih lanjut merekapun berlalu.
                “hey, kau tidak memesan?” pria itu bertanya pada Citra yang sedari tadi hanya mengotak-atik ponselnya, saat ini mereka tengah berada di Chinese BarBeQ. Citra menggeleng, “no, I’m moeslim, remember?” ungkapnya, pria itu mengernyit, ia masih belum mengerti aturan umat muslim seperti apa. “lalu apa masalahnya ? Aku pernah mendengar tentang puasa, apa kau sedang puasa?” kembali ia bertanya, namun dengan nada sedikit polos membuat Citra tertawa kecil, “puasa itu dijalankan pada siang hari, yang kau pesan itu adalah Forst (daging babi), agamaku melarang untuk memakanya” jelasnya sabar, memang susah jika berbincang dengan seorang non muslim. Pria itu sedikit mengangguk, mulai mengerti meskipun hanya sedikit, “so, did you isn’t hungry? We’re around this town since morning, dan kau belum makan satupun makanan berat kecuali kebab” ia menunjuk Citra dengan sumpit yang ia mainkan, “mungkin nanti di apartement”, pria itu tampak terdiam sebentar “ya sudah, ayo pergi” Citra mengernyit bingung, “bukankah kau lapar? Aku tidak apa-apa” protersnya tidak enak, tentu saja, ia berpikir telah menganggu acara makan orang lain. Pria itu menggeleng, “tak apa, ayo, lagi pula ini sudah terlalu larut, aku harus menjaga bentuk tubuhku” candanya dan menimbulkan tawa kecil antara keduanya.
 jam yang semakin larut malah membuat tempat ini semakin ramai, lampion menerangi sepanjang jalan tempat ini, ya, ini merupakan tempat para Chinese tinggal, dan kebetulan sekarang sedang diadakan pesta lampion, pekatnya malam begitu indah saat lampion-lampion itu diterbangkan diudara, semua orang menatap kagum benda-benda itu. “indah sekali” komentar Citra takjub, “ya, mereka memang indah” timpal pria disampingnya, dan sorakan riuh mengakhiri pesta itu saat puluhan kembang api menghiasi langit malam.
Suara ketukan sepatu dan deru mesin kedaraan beradu, Citra dan pria asing itu berjalan berdampingan ditrotoar, mereka tengah berjalan di Aleolice Street, perjalanan hari ini telah berakhir dan Citra memutuskan untuk pulang ke apartementnya, namun sebelum itu, pria asing itu memintanya untuk menungguinya sampai jemputanya datang. Citra menyesap kopi yang berada ditangnya, berharap kopi bisa menghilanglkan udara dingin yang semakin menusuk, “kau tinggal dimana?” tanya pria itu tiba-tiba, sedikit kaget memang namun ia bisa mengatasinya “kenapa bertanya hal itu? Kau orang asing, bahkan aku tidak tau namamu” benar, ia baru menyadari bahwa lebih dari 12 jam mereka berjalan berdampingan namun tak satupun dari mereka yang memperkenalkan diri, lucu sekali. Terdengar kekehan kecil dari pria disampingnya, “kau benar, haha, jadi, siapa namamu?  Tenang saja, aku tidak akan mengirimkan bom ke apartementmu” bukanya menyebutkan nama, pria itu malah bertanya balik, Citra berdecak “kenapa aku harus percaya padamu? Sejak kita bertemu kau tidak pernah melepaskan atribut anehmu itu, kau tau? Aku malu saat semua orang memperhatikan kita” protes Citra, ia kembali meminum kopinya, “kau bisa mempertaruhkan reputasiku jika tidak percaya” ujarnya ngaco, “konyol” komentar Citra pedas.
pria itu kembali berdecak, “apa susahnya kau menyebutkanya?” ish, pemaksa, lama-lama kesal juga dengan orang asing ini, “aku Citra dan aku tinggal di sebuah apartement di kawasan Novena blok 12 lantai 15 no 1023, puas?” pria itu terkekeh melihat ekspresi jengkel Citra, benar-benar langka bisa bertemu dengan gadis seperti ini, Citra mendengus dan mempercepat langkahnya, “biar kutebak, ini pertama kali kau berkeliling di Singapura, isn’t it? “ Citra sedikit tersedak mendengar penuturan itu, dengan canggung ia menganggukan kepalanya, “ye-yeah, bisa dibilang begitu” dan suara tawapun terdengar membuatnya semakin jengkel, kenapa semua orang senag sekali mentertawakanya? Menyebalkan! “yah, tertawalah sepuasmu” rengutnya sebal, pria itu menghentikan tawanya meskipun gagal, “baiklah aku minta maaf, kau tinggal sendiri disini?” Citra mengangguk, “ya, keluargaku di Indonesia, aku mendapatkan beasiswa untuk kuliah disini” jelasnya, pria itu mengangguk lalu meletakan tanganya diatas kepala Citra membuatnya sedikit kaget, “hebat”
kembali keheningan merayapi udara yang semakin dingin, “super junior akan mengadakan konser di kota ini, kau menonton?” Citra terkekeh kecil, “aku tidak cukup gila untuk menghamburkan uangku demi sebuah konser” ujarnya, sesekali menyentuhkan jari-jarinya untuk mengusap hidung yang memerah akibat udara dingin. “bukankah kau menyukai mereka?” pria itu menatap Citra dari samping, “memangnya kalau suka harus selalu mengikuti tren, ya? Suka ya suka, tapi tidak harus sampai mengorbankan apapun agar bisa meraih hal itu apa bila tidak terlalu penting, itu obsesi namanya, cukup mengagumi mereka apa adanya” pria itu tersenyum kecil dibalik maskernya, “senang bisa memiliki fans sepertimu” Citra menghentikan langkahnya lalu menoleh cepat kearah pria itu, “sorry?”, selalu kata itu yang keluar saat ia merasa kaget. Pria itu menatap Citra “apa?” belum sempat menjawab, sebuah limousin hitam terparkir di sampig mereka, menampilkan seorang pria tinggi berjas hitam menatap mereka, lebih tepatnya menatap-“Kyuhyun! Dari mana saja? Cepat masuk!” titah orang itu, Citra masih bergeming ditempatnya, menampakan ekspresi melongo saat sebuah nama yang selama ini hanya ia dengar di TV terdengar, mencerna kata-kata apa yang baru saja orang itu katakan. Sebuah tangan mengibas dihadapanya membuatnya mengalihkan perhatian pada orang itu.
Pria asing itu tak lagi bermasker, ia... bisa melihat jelas wajahnya, “sekali lagi senang bisa bertemu dengan fans yang tidak peka terhadap idolanya sepertimu”  senyuman manis khas magnae super junior itu terpampang dihadapanya, membuatnya berpikir jika saat ini ia bermimpi, “ka- kau, k kyu –kyuhyun?” sungguh, semua kata-katanya tertelan entah kemana, Kyuhyun terkekeh dan mengangguk “terimakasih sudah menjadi tourguide-ku hari ini” sekali lagi Kyuhyun mengusak kepala Citra dan masuk kedalam limousin kemudian berlalu pergi.
Citra masih mematung ditempatnya, for whatever sake, ia benar-benar tidak percaya bahwa seharian ini ia telah menghabiskan waktu dengan seseorang yang tak pernah ia pikirkan akan bertemu langsung seperti ini, Cho Kyuhyun, pantas saja dia dikejar para gadis, pantas saja ia tak pernah melepas atributnya, pantas saja ia memuji magnae super junior itu. Ia masih belum bisa mempercayainya, mimpi apa ia semalam? Citra kembali berjalan menuju apartemenya, tapi pikiranya masih saja dipenuhi kejadian-kejadian diluar akalnya, mungkin Destya benar, kita tak akan tahu apa yang akan terjadi satu detik kedepan, seperti apa yang hari ini ia alami. Hatinya bersorak, kebahagiaan yang tak terdefinisi menyelubungi hatinya, sekarang, udara dingin sudah tak terasa dingin hanya karena kejadian hari ini, tunggu- bukan hanya, tapi ini benar-benar hebat!! Setelah hari ini ia akan ke apartement Destya untuk menceritakan apa yang ia alami, dan tentu saja sebelum itu, ia akan memberi tahu teman lamanya yang maniak Kpop terutama super junior, Yayang, ia pasti akan sangat iri dan aku jamin, ia akan menangis mendengarnya, haha, aku tidak bermaksud jahat, hanya senang menggodanya.
Dan hari berikutnya, saat aku sedang membereskan apartement tiba-tiba belku berbunyi dan menampakan seorang pengirim barang membawa sebuah amplop kecil untuku, aku tak sempat bertanya tentang siapa pengirimnya, dan kau tau? Itu adalah dua lembar tiket konser SuperShow dan sebuah memo berisi ‘ini bayaran karena kau sudah menjadi tourguide-ku, semoga kita bisa bertemu lagi di konser kami nanti dan teruslah belajar dengan rajin. Handsome Magnae Kyuhyun-^^-’ tak henti-hentinya aku bersorak gembira, sungguh, ini adalah liburan terhebat dalam hidupku. Kuarasa aku akan mengabadikan moment ini lewat jurnalku, haha.

FINISH

 created by : Yayang Ai Siti N

Tidak ada komentar:

Posting Komentar